TEKS CERPEN



A. PENGERTIAN TEKS CERPEN

Cerita pendek (cerpen) adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada kon flik atau pertikaian, tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib tokohnya. 


B. CIRI-CIRI CERPEN
Ciri-ciri cerpen adalah sebagai berikut.
  1. Cerita yang ditulis pendek dengan jumlah kata kurang dari 10.000 kata atau lebih pendek daripada novel sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membaca tidak lama. Artinya, habis dibaca dalam sekali duduk.
  2. Ide cerpen dapat bersumber dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain.
  3. Cerita tidak melukiskan seluruh kehidupan tokoh karena yang diangkat dalam kisah adalah yang permasalahannya sangat berkesan dan berarti bagi pelakunya.
  4. Menceritakan suatu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis, tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib tokoh.
  5. Memiliki alur tunggal, maju, atau lurus.
  6. Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam.
  7. Meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca.
C. STRUKTUR TEKS CERPEN
Struktur teks cerita pendek haruslah dibuat secara runtut, yakni abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.
  1. Abstrak adalah tahap yang berisi ringkasan atau inti cerita. Bagian ini bersifat opsional (pilihan), artinya boleh ada atau tidak ada dalam cerpen.
  2. Orientasi adalah tahap pengenalan latar cerita berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa. Latar digunakan pengarang untuk menghidupkan cerita dan meyakinkan pembaca. Latar merupakan sarana pengekspresian watak, baik secara sik maupun psikis.
  3. Komplikasi adalah tahap yang berisi urutan peristiwa dan setiap peristiwa hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang satu menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Dalam tahapan ini, terdapat karakter pelaku yang diekspresikan dengan ucapan atau tindakan tokoh serta kemunculan berbagai kerumitan cerita.
  4. Evaluasi adalah tahap kon ik yang terjadi diarahkan pada pemecahan sehingga dicapai penyelesaian atau leraian.
  5. Resolusi adalah tahap bagi pengarang untuk mengungkapkan solusi dari berbagai kon ik yang dialami tokoh. Resolusi berkaitan dengan koda. 
  6. Koda adalah tahap akhir yang bersifat opsional, artinya boleh ada atau tidak. Koda merupakan nilai-nilai atau pelajaran yang dapat dipetik oleh pembaca.
D. UNSUR INTRINSIK TEKS CERPEN
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam diri karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen adalah sebagai berikut.

     a. Tema
Tema merupakan pokok penceritaan, yaitu gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema berkaitan dengan makna kehidupan. 

     b. Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Secara sederhana tokoh disebut pelaku cerita.

     c. Alur/Plot
Alur adalah jalinan peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama. Alur yang menjadistruktur pembangunan teks cerpen yang di dalamnya terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Jenis alur ada tiga, yaitu alur maju (progresif), alurmundur (regresif), dan alur campuran. Dalam alur terdapat jugaperistiwa pertikaian yangdisebut juga dengan kon flik. 

     d. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat atau ruang adalah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada kapan terjadinya peristiwa.

     e. Perwatakan atau Penokohan
Perwatakan atau penokohan adalah cara atau teknik-teknik pengarang menampilkan watak tokoh dalam cerita.
 Ada dua cara perwatakan, yaitu sebagai berikut.
  • Analitik, yaitu dengan cara diuraikan langsung pengarang.
  • Dramatik, yaitu menampilkan watak tokoh tidak secara langsung. Artinya dialog antartokoh, jalan pikiran tokoh, dan lingkungan tempat tinggal tokoh.
     f. gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas pengarang dalam penyusunan dan penyampaian pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan. Sebagai contoh gaya bahasa remaja, ilmiah, lugas, bahasa sehari-hari, dan sebagainya. 

     g. Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan cerita. Posisi pencerita dalam membawakan kisahan boleh jadi dia tokoh dalam ceritanya (pencerita akuan), boleh jadi pula berada di luarnya (pencerita diaan).

     h. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pada karya sastra modern, amanat biasanya tersirat, sedangkan pada karya sastra lama amanat biasanya tersurat.

E. CONTOH TEKS CERPEN

JUDUL
Aku dan Cita-Citaku
ABSTRAK
Aku menatap lalu-lalang mobil dengan pandangan bingung. Bus yang membawaku pulang ke rumah melaju kencang atau bisa dibilang ugal-ugalan. Jujur, aku bingung. Kejadian di sekolah tadi masih mengganggu pikiranku. Memang bukan kejadian besar, tetapi itu membuatku berpikir keras dan berusaha mencari kejelasan atas apa yang aku

lakukan. Jadi, tadi sebelum pulang sekolah, guru BK menyuruh anak-anak kelasku untuk menulis satu cita-cita yang paling ingin diraih. Paling ingin diraih? Satu cita-cita? Itulah yang ada dipikiranku hingga sekarang. Satu? Aku punya beribu cita-cita. Jadi wartawan, reporter, penyiar radio, psikolog, arsitektur, sastrawan, editor, ahli komputer, ustadzah, guru-eh?

Guru? Tunggu! Itu kan cita-cita sewaktu aku masih kecil. Dan sudah lama banget aku nggak kepikiran soal cita-cita itu. Apa ada sesuatu yang kulupakan? Kenapa dulu aku ingin jadi guru? Apa sih spesialnya jadi guru? Argh…karena itulah aku bingung.. Kenapa harus menulis satu saja sementara aku punya banyak cita-cita. Karena waktunya juga terbatas, akhirnya aku menulis citacitaku adalah menjadi seorang guru. Aku menulisnya tanpa alasan. Ada ruang kosong di hati saat menulisnya. Kenapa? Kenapa di lembaran kertas putih itu aku ingin menjadi seorang guru? Apa sudah kulupakan? Kenapa tujuan hidupku seolah berubah dan bercabang? Yang awalnya hanya ingin menjadi seoarang guru lalu bercabang dan menjadi banyak cita-cita. Apa yang salah dari diriku?

ORIENTASI
Aku memasuki rumah sambil mengucap salam. Sepertinya aku harus mengorek masa lalu. Kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Pasti ada alasannya. Pasti juga ada alasan kenapa cita-citaku jadi banyak seperti itu. aku membuka kembali diary masa kecilku. Aku baca selembar demi selembar halamannya. Meskipun aku tidak menemukan alasan kenapa aku ingin menjadi seorang guru. Aku cukup terhibur dengan isi diaryku. Cara penulisannya yang polos, cerita-cerita tidak penting yang aku tulis, terlalu banyak kata, terlalu banyak kata ‘lalu’ untuk menyambung suatu cerita, juga tulisanku yang besar-besar dan tidak rapi membuatku bernostalgia sekaligus tertawa dibuatnya.

“Lagi apa, Fe?” Tanya kakak perempuanku yang bernama Ruri.
“Lagi nyari alasan,” jawabku seadanya.
“Alasan?” kak Ruri menautkan alis.
“Alasan kenapa aku ingin jadi guru.”
“Oh…”
“Kak Ruri tahu nggak kenapa dulu waktu aku kecil aku ingin banget jadi guru?”
“Hm… Gak tahu sih. Mungkin karena suruhan ayah sama ibu. Dulu kan ayah sama ibu
inginnya kamu jadi guru. Gak tahu deh kalau sekarang cita-cita kamu berubah,” kak Ruri
mengangkat bahunya dan disambut helaan napas dariku.
“Emang cita-cita kamu selain jadi guru apaan, Fe?”
“Ya banyak!” jawabku antusias.
“Contohnya?”
“Psikolog, penyiar, novelis–”
“Coba deh kamu pikir alasan kamu ingin jadi psikolog, penyiar, novelis, pasti ada
alasannya, kan?” potong kak Ruri. “Aku ingin jadi psikolog karena aku ingin memotivasi
orang. Aku ingin jadi penyiar karena aku menganggap pekerjaan itu asyik. Aku ingin
novelis karena aku suka nulis. Aku ingin jadi guru karena…”
“Karena jawaban itu ada pada diri kamu sendiri. Nggak usah dicari, Fe..” potongnya.
“Harus dicari, Kakakku tersayang… Ah! Udah ah! Kakak nggak ngasih solusi.. Udah kelas
tiga, bentar lagi ujian, masih aja bingung mau ngambil jurusan apa. Karena itu guru BK
tanya cita-cita. Huh!” keluhku sebal.
“Hahaha… Nggak sulit kok, Fe. Kamu aja yang bikin sulit.”
“Kenapa sih… Dulu aku ingin banget jadi guru?” teriakku dengan nada frustrasi.
“Haha! Masalah profesi aja bisa bikin kamu stres, Fe!” ledeknya.
“Hah…” aku menghela napas panjang, “Harus nyari di google ya, Kak kelebihan jadi seorang guru?” sontak kak Ruri terbahak-bahak.
“Jawaban itu ada pada diri kamu sendiri. Kalau kamu nggak nemuin, cari dong!
Tanyakan pada teman-temanmu.. Apa sih kelebihan seorang guru. Kalau menurutmu sendiri gimana?”
“Mm… Nggak ada. Guru itu, berangkat, ngajar, pulang. Selesai!”
Kak Ruri tertawa terbahak-bahak, “Jangan-jangan kamu mikir pekerjaan Kakak sebagai
fotografer cuma foto-foto doang gitu? Pikiranmu pendek sekali, Fe… Udah ah! Cape
ngomong sama anak kecil! Mau kuliah kok pikirannya masih kayak gitu!” ledeknya dan
aku hanya menggembungkan pipi melihatnya memasuki kamar.
...

KOMPLIKASI
“Kelebihan jadi guru, Fe?” seru sahabatku-Angel sewaktu aku menceritakan citacitaku tersebut pada ketiga sahabatku. “Menurutku ya, guru itu pekerjaan monoton. Berangkat, ngajar, pulang, nggak ada asyik-asyiknya!” seru sahabatku -Vita.

“Gajinya juga dikit, Fe,” tambah Angel, “Gak sebanyak bos-bos di perusahaan,” ia tersenyum menggoda sambil mengaduk jus stroberi-nya.
“Tapi menurutku ya, meskipun guru gajinya dikit, tapi dapat banyak pahala,” seru Erin dengan senyum merekah.
“Iya sih, tapi kalau ngajarnya kayak bu Surti malah dapat dosa dong!” seru Vita dan sontak disambut gelak tawa dari kami berempat.
“Bu Surti itu kepaksa jadi guru!” tambah Angel.
“Ulangan dijadiin PR. Kerjaannya di kelas cuma presentasi, ngerjain LKS. Hahahaha…” tambah Erin.

“Hei, dia itu guru kita tahu! Jangan kualat!” seruku di sela-sela tawa.
“Asyik juga sih sebenernya. Kita nggak perlu mikir pelajaran. Bu Surti juga murah nilai. Tapi, dia nggak ngasih kita ilmu sama sekali. Layaknya sebuah telur yang nggak ada kuningnya,” ujar Angel.
“Yup! Terserah kamu aja sih, Fe kalau mau jadi guru. Kalau bisa kamu harus lebih baik dari pak Edi. Udah pak Edi itu ngajarnya enak, nggak banyak PR, murid-murid jadi paham, gak pelit nilai lagi!” seru Erin antusias. “Kalau menurutku ya, nilai itu tergantung pendirian masing-masing guru. Jangan terlalu pelit, jangan terlalu baik. Kalau terlalu pelit, murid bakal benci sama kita. Kalau terlalu baik, murid malah nyepelein kita,” tambah Vita. “Kamu kan udah jadi murid nih, harusnya kalau mau jadi guru, kamu tahu kriteria seperti apa guru yang baik,” tambah Erin.

“Hm! Teman-teman, kembali ke pertanyaan awalku. Apa sih kelebihan jadi guru?” tanyaku karena tak menemukan jawaban dari pertanyaanku tadi.
“Kalau bagiku yang menuntut hidup banyak materi di dunia, guru itu banyak kekurangan,” Angel mengaduk jus stroberi-nya, “Gajinya dikit. Gak sebanyak jadi pengusaha. And… Mm.. Kelebihannya ya itu, banyak pahala.”
“Kekurangan jadi guru itu.. Menurutku loh ya, pekerjaannya monoton. Tapi pekerjaan monoton itu tergantung cara kita menyikapinya. Kalau kita have fun jadi guru, ya udah jalanin aja. Kelebihannya, seperti yang Angel bilang, banyak pahala! Ingat nggak tiga perkara yang ditinggalkan sesudah mati? Ilmu yang bermanfaat. So, jadi guru pahalanya terus mengalir,” kata Vita.

“Semua pekerjaan ada kekurangan sama kelebihannya, Fe. Tergantung cara kita memandang kekurangan dan kelebihan itu. Jadi guru banyak kok kelebihannya. Gak semonoton yang Vita bilang. Kita bisa bertemu murid-murid yang menghormati kita yang berbeda tiap tahunnya, dapat pahala, gajinya juga standar biar kita nggak jadi manusia yang tamak, dan kita bisa meluangkan banyak waktu buat keluarga,” ujar Erin dengan senyum lembut, “Oh ya, saranku kalau kamu jadi guru, please ubah karakter bangsa ini. Waktu sekolah aja mereka udah nyontek, nyari bocoran, apalagi nanti kalau mereka kerja, bisa korupsi tahu! Mereka itu sama aja udah nganggap Tuhan nggak ada. Mereka sama sekali nggak takut sama Tuhan.”

“Tapi, Rin, otakku pas-pasan.. Nggak kayak kamu..” elak Angel.
“Angel, bukan masalah otak. Masalah letak kejujuran dalam hatimu. Anak Indonesia tuh pembohong semua tahu nggak?! Bangsa ini akan hancur kalau tunas-tunas mudanya adalah seorang pembohong! Karena itu kadang aku mikir, buat apa sekolah kalau cuma nambah dosa doang. Sekolah itu kayak nuntut kita buat ngelakuin dosa! Tementemen lain, ngepek, dapat nilai bagus. Aku yang jujur dapat nilai jelek malah dimarahin gurunya. Guru macam apa itu? Malah membela yang salah. Gurunya aja udah hancur. Muridnya tambah hancur,” seru Erin tak mau kalah.

“Sabar, Rin,” aku berusaha menenangkan Erin.
“Aku salut sama kamu, Rin. Kamu berani mengambil resiko dengan kejujuran. Aku nggak bisa jadi seperti kamu. Aku selalu ngikutin hawa nafsu dan perkataan temen-temen. Bagaimanapun juga nilai bagus adalah targetku entah pake cara apa. Aku bangga sama kamu. Aku senang Indonesia punya orang kayak kamu,” sahut Vita antusias.

“Guru yang harusnya bisa membentuk karakter murid malah memperparah muridnya sendiri,” kataku lebih pada diriku sendiri yang ingin menjadi seorang guru.
“Tapi, udah dibilangin kayak gitu aku nggak akan berhenti nyontek. Nanti nilaiku turun lagi. Nanti orangtuaku kecewa,” sela Angel dengan wajah innocent.
“Tuh kan! Lebih mentingin duniawi! Orangtuamu bakal lebih kecewa kalau itu nilai yang kamu dapat hasil ngepek, nyontek!” seru Erin kesal.
“Emang kamu nggak mikir, orangtuamu bakal bangga gitu kalau kamu nunjukin nilainilai jelek terus kamu bilang ‘Aku ini jujur loh…’ Hah..orangtuamu nggak bakal bangga sama tuh nilai! orangtua tuh cuma peduli hasil akhirnya! Nggak peduli prosesnya kayak gimana!”
“Ya iya.. Karena itu aku belajar.. Buat nggak nambahin dosa-dosaku.”
“Itu riya’ tahu nggak?! Pamer! Sok alim!”

EVALUASI
“Hei!” seruku dan Vita menghentikan perdebatan dua insan ini.
“Angel, Erin, udah. Susah nyatuin pendirian yang sama-sama kuat!” seruku menengahi mereka.

Angel menghela napas kesal, “Fe, kalau kamu jadi guru, ngajarin yang bener sampai muridmu bener-bener paham! Jangan sampe mereka nyontek ataupun ngepek!” seru Angel, “Aku nggak mau keturunanku lebih buruk dari aku.”
“Fe, bilangin juga sama murid-muridmu nanti, kalu ulangan sejarah sama Pkn jangan ngepek! Otak manusia tuh hebat! Dipergunain tuh buat menghafal! Manusia tuh bisa
menghafal satu buku sekaligus! Cuma, manusianya aja yang males!” seru Erin tak mau kalah

“Fe! kalau jadi guru jangan yang galak ya! Hehe…” kata Vita dengan senyum merekah.
“Hm! Pasti! Aku bakal jadi guru yang baik agar bangsa Indonesia bisa berubah,” aku mengangguk mantap. Tunas-tunas muda bangsa Indonesia, aku akan menunjukkanmu jalan yang benar agar Indonesia tak terpuruk lagi seperti ini..

RESOLUSI
Dear Diary,
Tadi ada sebuah kejadian besar di hidupku. Entah kenapa aku mendapat alasan kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Hm.. Aku ingat, Dear secara tiba-tiba. Berangkat, ngajar, pulang, yang Vita bilang monoton sebenarnya itu adalah hal yang simple, nggak ribet. Jadi aku punya banyak waktu luang buat keluarga atau ngelakuin hal-hal bermanfaat lainnya. Gaji dikit yang Angel bilang, itu adalah sebuah kesederhanaan yang aku impikan sejak kecil agar tak menjadi manusia tamak yang melupakan Tuhan. 

Aku juga ingin mengamalkan ilmu yang telah ku terima, membagi pengalamanku, dan mengajari murid-muridku tentang Islam. Lewat profesi guru, aku bisa berdakwah. Pelan-pelan, ku ubah anak Indonesia ke jalan yang lebih baik. Seperti yang Erin bilang. Sekolah itu bukan untuk menambah dosa tetapi menuntut ilmu agar mendapat pahala dan bisa mengamalkannya. Aku juga ingin membangun karakter bangsa Indonesia. Kejujuran. Itulah kunci utama. Aku harus menciptakan cara supaya murid-muridku menjadi manusia yang jujur. Tidak urakan lalu mencari bocoran ke mana-mana. Jujur dan percaya akan diri sendiri namun tidak melupakan Allah SWT.

Seperti yang Vita bilang, tiga perkara yang kita tinggalkan saat meninggal dunia yaitu ilmu yang bermanfaat. Aku yakin ilmuku pasti mengalir, diamalkan, dan akan memberikan pahala di setiap alirannya. Aku juga tidak mau menjadi guru seperti Bu Narti yang disepelekan oleh murid-muridnya. Aku ingin membuat murid-muridku benar-benar paham apa yang aku sampaikan. Membuat mereka paham, percaya diri untuk bertanya, tertawa oleh lelucon-leluconku, tidak tengok kanan-kiri-bawah saat ulangan, mendapat hasil sesuai usaha dan doa. Memang sih kalau anak Indonesia bisa menjadi seperti itu mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju. Tetapi aku tahu,
semua itu butuh usaha dan doa.

Karena itu, aku akan menyusun strategi mulai sekarang, belajar dengan giat, selalu berdoa agar diberi kemudahan, and do the best for all. Belajar jadi Ibu yang baik dari mengajar, meningkatkan mutu pendidikan Indonesia yang kian terpuruk, memberi motivasi untuk membangun karakter bangsa ke arah yang lebih baik, jadikan bangsa Indonesia bangsa yang jujur! Dear, sepertiga hari yang dihabiskan anak-anak adalah di sekolah. Jadi intinya sekolah itu untuk membangun karakter mereka selain ajaran orangtua. Jadi guru yang baik untuk anak-anak bangsa! Fe bisa! Fe ­ ght! Fight! Fight! Fight! Jangan cabangkan cita-citamu lagi! Jangan jadi bocah ababil! Dewasalah! Bentar lagi mau kuliah! Nggak boleh kayak anak kecil! Yosh! Fight! Be the best teacher for Indonesian! Yahu! Guru, itulah cita-citaku! Fe.

KODA
“Udah nemuin alasan jadi guru?” goda Kak Ruri.
“Udah dong!” seruku antusias.
“Aaapa?” tanyanya penasaran.
“Rahasia… Mau tahu? Kalau alasan Kak Ruri jadi fotografer apa?” Kak Ruri terkekeh, “Mau tahu aja, apa mau tahu banget? Yang pasti itu rahasia!”
“Gitu kan! Pelit!”
“Ye! Biarin! Kalau alasan cita-citamu jadi banyak kayak gitu apa, Fe?”
“Hm… Aku ababil…” jawabku malu-malu kucing.
“Namanya juga ABG.. Tahap-tahap keababilan biasalah! Yang penting kamu jangan sampai salah pilih jalan.”
“Siiiap! Aku nggak akan salah pilih lagi, Kakak!” kita berdua tertawa bersama. Udah tahu kan asyiknya jadi seorang guru? It’s so fun and amazing career! Dan.. Guru adalah pahlawan. Pahlawan tanpa tanda jasa.

Selesai.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment