A. PENGERTIAN TEKS CERPEN
Cerita pendek (cerpen) adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada kon flik atau pertikaian, tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib tokohnya.
B. CIRI-CIRI CERPEN
Ciri-ciri cerpen adalah sebagai berikut.
- Cerita yang ditulis pendek dengan jumlah kata kurang dari 10.000 kata atau lebih pendek daripada novel sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membaca tidak lama. Artinya, habis dibaca dalam sekali duduk.
- Ide cerpen dapat bersumber dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain.
- Cerita tidak melukiskan seluruh kehidupan tokoh karena yang diangkat dalam kisah adalah yang permasalahannya sangat berkesan dan berarti bagi pelakunya.
- Menceritakan suatu kejadian dari terjadinya perkembangan jiwa dan krisis, tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib tokoh.
- Memiliki alur tunggal, maju, atau lurus.
- Penokohannya sangat sederhana, singkat, dan tidak mendalam.
- Meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca.
Struktur teks cerita pendek haruslah dibuat secara runtut, yakni abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.
- Abstrak adalah tahap yang berisi ringkasan atau inti cerita. Bagian ini bersifat opsional (pilihan), artinya boleh ada atau tidak ada dalam cerpen.
- Orientasi adalah tahap pengenalan latar cerita berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa. Latar digunakan pengarang untuk menghidupkan cerita dan meyakinkan pembaca. Latar merupakan sarana pengekspresian watak, baik secara sik maupun psikis.
- Komplikasi adalah tahap yang berisi urutan peristiwa dan setiap peristiwa hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa yang satu menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Dalam tahapan ini, terdapat karakter pelaku yang diekspresikan dengan ucapan atau tindakan tokoh serta kemunculan berbagai kerumitan cerita.
- Evaluasi adalah tahap kon ik yang terjadi diarahkan pada pemecahan sehingga dicapai penyelesaian atau leraian.
- Resolusi adalah tahap bagi pengarang untuk mengungkapkan solusi dari berbagai kon ik yang dialami tokoh. Resolusi berkaitan dengan koda.
- Koda adalah tahap akhir yang bersifat opsional, artinya boleh ada atau tidak. Koda merupakan nilai-nilai atau pelajaran yang dapat dipetik oleh pembaca.
D. UNSUR INTRINSIK TEKS CERPEN
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di dalam diri karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen adalah sebagai berikut.
a. Tema
Tema merupakan pokok penceritaan, yaitu gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema berkaitan dengan makna kehidupan.
b. Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Secara sederhana tokoh disebut pelaku cerita.
c. Alur/Plot
Alur adalah jalinan peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama. Alur yang menjadistruktur pembangunan teks cerpen yang di dalamnya terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Jenis alur ada tiga, yaitu alur maju (progresif), alurmundur (regresif), dan alur campuran. Dalam alur terdapat jugaperistiwa pertikaian yangdisebut juga dengan kon flik.
d. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat atau ruang adalah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada kapan terjadinya peristiwa.
e. Perwatakan atau Penokohan
Perwatakan atau penokohan adalah cara atau teknik-teknik pengarang menampilkan watak tokoh dalam cerita.
Ada dua cara perwatakan, yaitu sebagai berikut.
Alur adalah jalinan peristiwa yang direka dan dijalin dengan saksama. Alur yang menjadistruktur pembangunan teks cerpen yang di dalamnya terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Jenis alur ada tiga, yaitu alur maju (progresif), alurmundur (regresif), dan alur campuran. Dalam alur terdapat jugaperistiwa pertikaian yangdisebut juga dengan kon flik.
d. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat atau ruang adalah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada kapan terjadinya peristiwa.
e. Perwatakan atau Penokohan
Perwatakan atau penokohan adalah cara atau teknik-teknik pengarang menampilkan watak tokoh dalam cerita.
Ada dua cara perwatakan, yaitu sebagai berikut.
- Analitik, yaitu dengan cara diuraikan langsung pengarang.
- Dramatik, yaitu menampilkan watak tokoh tidak secara langsung. Artinya dialog antartokoh, jalan pikiran tokoh, dan lingkungan tempat tinggal tokoh.
f. gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas pengarang dalam penyusunan dan penyampaian pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan. Sebagai contoh gaya bahasa remaja, ilmiah, lugas, bahasa sehari-hari, dan sebagainya.
g. Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan cerita. Posisi pencerita dalam membawakan kisahan boleh jadi dia tokoh dalam ceritanya (pencerita akuan), boleh jadi pula berada di luarnya (pencerita diaan).
h. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pada karya sastra modern, amanat biasanya tersirat, sedangkan pada karya sastra lama amanat biasanya tersurat.
E. CONTOH TEKS CERPEN
JUDUL
|
Aku
dan Cita-Citaku
|
ABSTRAK
|
Aku menatap lalu-lalang mobil dengan pandangan
bingung. Bus yang membawaku pulang ke rumah melaju kencang atau bisa dibilang
ugal-ugalan. Jujur, aku bingung. Kejadian di sekolah tadi masih mengganggu
pikiranku. Memang bukan kejadian besar, tetapi itu membuatku berpikir keras
dan berusaha mencari kejelasan atas apa yang aku
lakukan. Jadi, tadi sebelum pulang sekolah, guru
BK menyuruh anak-anak kelasku untuk menulis satu cita-cita yang paling ingin
diraih. Paling ingin diraih? Satu cita-cita? Itulah yang ada dipikiranku
hingga sekarang. Satu? Aku punya beribu cita-cita. Jadi wartawan, reporter,
penyiar radio, psikolog, arsitektur, sastrawan, editor, ahli komputer,
ustadzah, guru-eh?
Guru? Tunggu! Itu kan cita-cita sewaktu aku masih
kecil. Dan sudah lama banget aku nggak kepikiran soal cita-cita itu. Apa ada
sesuatu yang kulupakan? Kenapa dulu aku ingin jadi guru? Apa sih spesialnya
jadi guru? Argh…karena itulah aku bingung.. Kenapa harus menulis satu saja
sementara aku punya banyak cita-cita. Karena waktunya juga terbatas, akhirnya
aku menulis citacitaku adalah menjadi seorang guru. Aku menulisnya tanpa
alasan. Ada ruang kosong di hati saat menulisnya. Kenapa? Kenapa di lembaran
kertas putih itu aku ingin menjadi seorang guru? Apa sudah kulupakan? Kenapa
tujuan hidupku seolah berubah dan bercabang? Yang awalnya hanya ingin menjadi
seoarang guru lalu bercabang dan menjadi banyak cita-cita. Apa yang salah
dari diriku?
|
ORIENTASI
|
Aku memasuki rumah sambil mengucap salam.
Sepertinya aku harus mengorek masa lalu. Kenapa dulu aku ingin menjadi
seorang guru. Pasti ada alasannya. Pasti juga ada alasan kenapa cita-citaku
jadi banyak seperti itu. aku membuka kembali diary masa kecilku. Aku baca
selembar demi selembar halamannya. Meskipun aku tidak menemukan alasan kenapa
aku ingin menjadi seorang guru. Aku cukup terhibur dengan isi diaryku. Cara
penulisannya yang polos, cerita-cerita tidak penting yang aku tulis, terlalu
banyak kata, terlalu banyak kata ‘lalu’ untuk menyambung suatu cerita, juga
tulisanku yang besar-besar dan tidak rapi membuatku bernostalgia sekaligus
tertawa dibuatnya.
“Lagi apa, Fe?” Tanya kakak perempuanku yang
bernama Ruri.
“Lagi nyari alasan,” jawabku seadanya.
“Alasan?” kak Ruri menautkan alis.
“Alasan kenapa aku ingin jadi guru.”
“Oh…”
“Kak Ruri tahu nggak kenapa dulu waktu aku kecil
aku ingin banget jadi guru?”
“Hm… Gak tahu sih. Mungkin karena suruhan ayah
sama ibu. Dulu kan ayah sama ibu
inginnya kamu jadi guru. Gak tahu deh kalau
sekarang cita-cita kamu berubah,” kak Ruri
mengangkat bahunya dan disambut helaan napas
dariku.
“Emang cita-cita kamu selain jadi guru apaan, Fe?”
“Ya banyak!” jawabku antusias.
“Contohnya?”
“Psikolog, penyiar, novelis–”
“Coba deh kamu pikir alasan kamu ingin jadi
psikolog, penyiar, novelis, pasti ada
alasannya, kan?” potong kak Ruri. “Aku ingin jadi
psikolog karena aku ingin memotivasi
orang. Aku ingin jadi penyiar karena aku
menganggap pekerjaan itu asyik. Aku ingin
novelis karena aku suka nulis. Aku ingin jadi guru
karena…”
“Karena jawaban itu ada pada diri kamu sendiri.
Nggak usah dicari, Fe..” potongnya.
“Harus dicari, Kakakku tersayang… Ah! Udah ah!
Kakak nggak ngasih solusi.. Udah kelas
tiga, bentar lagi ujian, masih aja bingung mau
ngambil jurusan apa. Karena itu guru BK
tanya cita-cita. Huh!” keluhku sebal.
“Hahaha… Nggak sulit kok, Fe. Kamu aja yang bikin
sulit.”
“Kenapa sih… Dulu aku ingin banget jadi guru?”
teriakku dengan nada frustrasi.
“Haha! Masalah profesi aja bisa bikin kamu stres,
Fe!” ledeknya.
“Hah…” aku menghela napas panjang, “Harus nyari di
google ya, Kak kelebihan jadi seorang guru?” sontak kak Ruri terbahak-bahak.
“Jawaban itu ada pada diri kamu sendiri. Kalau
kamu nggak nemuin, cari dong!
Tanyakan pada teman-temanmu.. Apa sih kelebihan
seorang guru. Kalau menurutmu sendiri gimana?”
“Mm… Nggak ada. Guru itu, berangkat, ngajar,
pulang. Selesai!”
Kak Ruri tertawa terbahak-bahak, “Jangan-jangan
kamu mikir pekerjaan Kakak sebagai
fotografer cuma foto-foto doang gitu? Pikiranmu
pendek sekali, Fe… Udah ah! Cape
ngomong sama anak kecil! Mau kuliah kok pikirannya
masih kayak gitu!” ledeknya dan
aku hanya menggembungkan pipi melihatnya memasuki
kamar.
...
|
KOMPLIKASI
|
“Kelebihan jadi guru, Fe?” seru sahabatku-Angel
sewaktu aku menceritakan citacitaku tersebut pada ketiga sahabatku.
“Menurutku ya, guru itu pekerjaan monoton. Berangkat, ngajar, pulang, nggak
ada asyik-asyiknya!” seru sahabatku -Vita.
“Gajinya juga dikit, Fe,” tambah Angel, “Gak
sebanyak bos-bos di perusahaan,” ia tersenyum menggoda sambil mengaduk jus
stroberi-nya.
“Tapi menurutku ya, meskipun guru gajinya dikit,
tapi dapat banyak pahala,” seru Erin dengan senyum merekah.
“Iya sih, tapi kalau ngajarnya kayak bu Surti
malah dapat dosa dong!” seru Vita dan sontak disambut gelak tawa dari kami
berempat.
“Bu Surti itu kepaksa jadi guru!” tambah Angel.
“Ulangan dijadiin PR. Kerjaannya di kelas cuma
presentasi, ngerjain LKS. Hahahaha…” tambah Erin.
“Hei, dia itu guru kita tahu! Jangan kualat!”
seruku di sela-sela tawa.
“Asyik juga sih sebenernya. Kita nggak perlu mikir
pelajaran. Bu Surti juga murah nilai. Tapi, dia nggak ngasih kita ilmu sama
sekali. Layaknya sebuah telur yang nggak ada kuningnya,” ujar Angel.
“Yup! Terserah kamu aja sih, Fe kalau mau jadi
guru. Kalau bisa kamu harus lebih baik dari pak Edi. Udah pak Edi itu
ngajarnya enak, nggak banyak PR, murid-murid jadi paham, gak pelit nilai lagi!” seru Erin antusias.
“Kalau menurutku ya, nilai itu tergantung pendirian masing-masing guru.
Jangan terlalu pelit, jangan terlalu baik. Kalau terlalu pelit, murid bakal
benci sama kita. Kalau terlalu baik, murid malah nyepelein kita,” tambah
Vita. “Kamu kan udah jadi murid nih, harusnya kalau mau jadi guru, kamu tahu
kriteria seperti apa guru yang baik,” tambah Erin.
“Hm! Teman-teman, kembali ke pertanyaan awalku.
Apa sih kelebihan jadi guru?” tanyaku karena tak menemukan jawaban dari
pertanyaanku tadi.
“Kalau bagiku yang menuntut hidup banyak materi di
dunia, guru itu banyak kekurangan,” Angel mengaduk jus stroberi-nya, “Gajinya
dikit. Gak sebanyak jadi pengusaha. And… Mm.. Kelebihannya ya itu, banyak
pahala.”
“Kekurangan jadi guru itu.. Menurutku loh ya, pekerjaannya
monoton. Tapi pekerjaan monoton itu tergantung cara kita menyikapinya. Kalau
kita have fun jadi guru, ya udah jalanin aja. Kelebihannya, seperti yang
Angel bilang, banyak pahala! Ingat nggak tiga perkara yang ditinggalkan
sesudah mati? Ilmu yang bermanfaat. So, jadi guru pahalanya terus mengalir,”
kata Vita.
“Semua pekerjaan ada kekurangan sama kelebihannya,
Fe. Tergantung cara kita memandang kekurangan dan kelebihan itu. Jadi guru
banyak kok kelebihannya. Gak semonoton yang Vita bilang. Kita bisa bertemu
murid-murid yang menghormati kita yang berbeda tiap tahunnya, dapat pahala,
gajinya juga standar biar kita nggak jadi manusia yang tamak, dan kita bisa
meluangkan banyak waktu buat keluarga,” ujar Erin dengan senyum lembut, “Oh
ya, saranku kalau kamu jadi guru, please ubah karakter bangsa ini. Waktu
sekolah aja mereka udah nyontek, nyari bocoran, apalagi nanti kalau mereka
kerja, bisa korupsi tahu! Mereka itu sama aja udah nganggap Tuhan nggak ada.
Mereka sama sekali nggak takut sama Tuhan.”
“Tapi, Rin, otakku pas-pasan.. Nggak kayak kamu..”
elak Angel.
“Angel, bukan masalah otak. Masalah letak
kejujuran dalam hatimu. Anak Indonesia tuh pembohong semua tahu nggak?!
Bangsa ini akan hancur kalau tunas-tunas mudanya adalah seorang pembohong!
Karena itu kadang aku mikir, buat apa sekolah kalau cuma nambah dosa doang.
Sekolah itu kayak nuntut kita buat ngelakuin dosa! Tementemen lain, ngepek,
dapat nilai bagus. Aku yang jujur dapat nilai jelek malah dimarahin gurunya.
Guru macam apa itu? Malah membela yang salah. Gurunya aja udah hancur.
Muridnya tambah hancur,” seru Erin tak mau kalah.
“Sabar, Rin,” aku berusaha menenangkan Erin.
“Aku salut sama kamu, Rin. Kamu berani mengambil
resiko dengan kejujuran. Aku nggak bisa jadi seperti kamu. Aku selalu ngikutin
hawa nafsu dan perkataan temen-temen. Bagaimanapun juga nilai bagus adalah
targetku entah pake cara apa. Aku bangga sama kamu. Aku senang Indonesia
punya orang kayak kamu,” sahut Vita antusias.
“Guru yang harusnya bisa membentuk karakter murid
malah memperparah muridnya sendiri,” kataku lebih pada diriku sendiri yang
ingin menjadi seorang guru.
“Tapi, udah dibilangin kayak gitu aku nggak akan
berhenti nyontek. Nanti nilaiku turun lagi. Nanti orangtuaku kecewa,” sela
Angel dengan wajah innocent.
“Tuh kan! Lebih mentingin duniawi! Orangtuamu
bakal lebih kecewa kalau itu nilai yang kamu dapat hasil ngepek, nyontek!”
seru Erin kesal.
“Emang kamu nggak mikir, orangtuamu bakal bangga
gitu kalau kamu nunjukin nilainilai jelek terus kamu bilang ‘Aku ini jujur
loh…’ Hah..orangtuamu nggak bakal bangga sama tuh nilai! orangtua tuh cuma
peduli hasil akhirnya! Nggak peduli prosesnya kayak gimana!”
“Ya iya.. Karena itu aku belajar.. Buat nggak
nambahin dosa-dosaku.”
“Itu riya’ tahu nggak?! Pamer! Sok alim!”
|
EVALUASI
|
“Hei!” seruku dan Vita menghentikan perdebatan dua
insan ini.
“Angel, Erin, udah. Susah nyatuin pendirian yang
sama-sama kuat!” seruku menengahi mereka.
Angel menghela napas kesal, “Fe, kalau kamu jadi
guru, ngajarin yang bener sampai muridmu bener-bener paham! Jangan sampe
mereka nyontek ataupun ngepek!” seru Angel, “Aku nggak mau keturunanku lebih
buruk dari aku.”
“Fe, bilangin juga sama murid-muridmu nanti, kalu
ulangan sejarah sama Pkn jangan ngepek! Otak manusia tuh hebat! Dipergunain
tuh buat menghafal! Manusia tuh bisa
menghafal satu buku sekaligus! Cuma, manusianya
aja yang males!” seru Erin tak mau kalah
“Fe! kalau jadi guru jangan yang galak ya! Hehe…”
kata Vita dengan senyum merekah.
“Hm! Pasti! Aku bakal jadi guru yang baik agar
bangsa Indonesia bisa berubah,” aku mengangguk mantap. Tunas-tunas muda
bangsa Indonesia, aku akan menunjukkanmu jalan yang benar agar Indonesia tak
terpuruk lagi seperti ini..
|
RESOLUSI
|
Dear Diary,
Tadi ada sebuah kejadian besar di hidupku. Entah
kenapa aku mendapat alasan kenapa dulu aku ingin menjadi seorang guru. Hm..
Aku ingat, Dear secara tiba-tiba. Berangkat, ngajar, pulang, yang Vita bilang
monoton sebenarnya itu adalah hal yang simple, nggak ribet. Jadi aku punya
banyak waktu luang buat keluarga atau ngelakuin hal-hal bermanfaat lainnya.
Gaji dikit yang Angel bilang, itu adalah sebuah kesederhanaan yang aku
impikan sejak kecil agar tak menjadi manusia tamak yang melupakan Tuhan.
Aku
juga ingin mengamalkan ilmu yang telah ku terima, membagi pengalamanku, dan
mengajari murid-muridku tentang Islam. Lewat profesi guru, aku bisa
berdakwah. Pelan-pelan, ku ubah anak Indonesia ke jalan yang lebih baik.
Seperti yang Erin bilang. Sekolah itu bukan untuk menambah dosa tetapi
menuntut ilmu agar mendapat pahala dan bisa mengamalkannya. Aku juga ingin
membangun karakter bangsa Indonesia. Kejujuran. Itulah kunci utama. Aku harus
menciptakan cara supaya murid-muridku menjadi manusia yang jujur. Tidak
urakan lalu mencari bocoran ke mana-mana. Jujur dan percaya akan diri sendiri
namun tidak melupakan Allah SWT.
Seperti yang Vita bilang, tiga perkara yang kita
tinggalkan saat meninggal dunia yaitu ilmu yang bermanfaat. Aku yakin ilmuku
pasti mengalir, diamalkan, dan akan memberikan pahala di setiap alirannya.
Aku juga tidak mau menjadi guru seperti Bu Narti yang disepelekan oleh
murid-muridnya. Aku ingin membuat murid-muridku benar-benar paham apa yang
aku sampaikan. Membuat mereka paham, percaya diri untuk bertanya, tertawa
oleh lelucon-leluconku, tidak tengok kanan-kiri-bawah saat ulangan, mendapat
hasil sesuai usaha dan doa. Memang sih kalau anak Indonesia bisa menjadi
seperti itu mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju. Tetapi aku tahu,
semua itu butuh usaha dan doa.
Karena itu, aku akan menyusun strategi mulai
sekarang, belajar dengan giat, selalu berdoa agar diberi kemudahan, and do
the best for all. Belajar jadi Ibu yang baik dari mengajar, meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia yang kian terpuruk, memberi motivasi untuk membangun
karakter bangsa ke arah yang lebih baik, jadikan bangsa Indonesia bangsa yang
jujur! Dear, sepertiga hari yang dihabiskan anak-anak adalah di sekolah. Jadi
intinya sekolah itu untuk membangun karakter mereka selain ajaran orangtua.
Jadi guru yang baik untuk anak-anak bangsa! Fe bisa! Fe ght! Fight! Fight!
Fight! Jangan cabangkan cita-citamu lagi! Jangan jadi bocah ababil!
Dewasalah! Bentar lagi mau kuliah! Nggak boleh kayak anak kecil! Yosh! Fight!
Be the best teacher for Indonesian! Yahu! Guru, itulah cita-citaku! Fe.
|
KODA
|
“Udah nemuin alasan jadi guru?” goda Kak Ruri.
“Udah dong!” seruku antusias.
“Aaapa?” tanyanya penasaran.
“Rahasia… Mau tahu? Kalau alasan Kak Ruri jadi
fotografer apa?” Kak Ruri terkekeh, “Mau tahu aja, apa mau tahu banget? Yang
pasti itu rahasia!”
“Gitu kan! Pelit!”
“Ye! Biarin! Kalau alasan cita-citamu jadi banyak
kayak gitu apa, Fe?”
“Hm… Aku ababil…” jawabku malu-malu kucing.
“Namanya juga ABG.. Tahap-tahap keababilan
biasalah! Yang penting kamu jangan sampai salah pilih jalan.”
“Siiiap! Aku nggak akan salah pilih lagi, Kakak!”
kita berdua tertawa bersama. Udah tahu kan asyiknya jadi seorang guru? It’s
so fun and amazing career! Dan.. Guru adalah pahlawan. Pahlawan tanpa tanda
jasa.
Selesai.
|
ConversionConversion EmoticonEmoticon